Selasa, 14 Maret 2017

Petunjuk YMK bagi Bangsa Indonesia

Artikel Kesepuluh

PETUNJUK YMK BAGI BANGSA INDONESIA YANG MENJADIKAN
TANGAN DAN KAKI BERSAKSI TENTANG SIAPA DIRI KITA - E KTP!
Oleh: Aryandi Yogaswara

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa


Saudara-saudara,

Salah satu yang bisa merobohkan pondasi dari lumbung koperasi yang digagas di negara kita adalah terjadinya kecurangan diantara sesama warganya. Apalagi kecurangan yang dilakukan oleh mereka yang dipercaya sebagai pengurus, itu ibarat pagar makan tanaman, seharusnya melindungi malah menghancurkan.

Karena efek berantainya yang berbahaya terhadap tatanan kehidupan manusia, kebanyakan kita akan sepakat, bahwa salah satu kejahatan terbesar manusia terhadap manusia lainnya adalah korupsi atau pencurian.

Sedikit atau banyak nilai uangnya tetap tindakannya sangat kejam. Biarpun sedikit tetapi dilakukan oleh banyak orang, efeknya berantai. Apalagi kalau besar nilai uangnya sehingga bisa disebut dengan istilah pencuri uang rakyat.

Bukan sekedar uang yang dicuri, tetapi kesempatan untuk hidup makmur yang dirampas. Jadinya banyak rakyat yang hidup dalam kesengsaraan dan keterbatasan karena ulah para penyamun di negeri.

Memandang dari sisi ini, mari kita sepakat, bahwa mencuri uang milik bersama atau korupsi terhadap rakyat adalah pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia sehingga pantas untuk dihukum seberat-beratnya apabila terbukti secara nyata melakukan kejahatan ini.

Daripada menjebloskan seorang maling yang mencuri uang rakyat sebesar 10 juta kedalam penjara selama 10 bulan, bagaimana jika kita permudah prosesnya dan perbesar efek jeranya?

Setiap penggelapan uang sebesar 10 juta, untuk membersihkan jiwa terdakwa dan memberikan efek menakutkan kepada manusia lainnya agar tidak berani melakukan hal yang sama, atas nama ketuhanan dan kemanusiaan yang hakiki, kita sepakati untuk menghukumnya dengan hukuman potong satu ruas jari.

Tidak perlu satu tangan yang dipotong, cukup satu ruas jarinya saja, 10 juta dikembalikan kepada rakyat dan tidak perlu menjalani kehidupan tidak produktif di dalam penjara. Sehingga uang negara untuk menghidupi seseorang di dalam penjara bisa kita hemat.

Kalau nilai korupsinya sampai 100 juta, kita ambil kembali nilai uang korupsinya, dan potong satu jari. Dan barulah kalau nilai pencurian mencapai 1 Milyar, kita terapkan hukuman potong tangan secara utuh.

Inilah hukuman yang pasti menurunkan indeks korupsi di Indonesia, sekali lagi dunia tercengang terhadap kesungguhan bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar dan berbudidaya luhur.

Sampai kapan kita akan menerapkan hukum potong tangan yang menyeramkan ini? Sampai teknologi dan sistem e-KTP mencapai 'kesempurnaannya'.

Apa hubungannya kejahatan dengan e-KTP?

Seorang sahabat senior menyebut istilah e-KTP masa depan ini dengan istilah KITNAS, kependekan dari Kartu Identitas Tunggal Nasional.

Mengenai ini beliau sampaikan dalam tulisannya yang bertajuk "Mengawali Sistem Tata Negara Sejahtera Adil Makmur  Sentosa".

Saya akan mengutip pembuka tulisan beliau mengenai Kitnas disini:

"Jaringan online Kitnas bersistem teknologi informasi, kerjanya hampir sama seperti mesin ATM Bank yang informasi datanya menyebar ke seluruh provinsi."

Jadinya secara esensi, Kitnas mencatat semua informasi yang berhubungan dengan perilaku seseorang sebagai warga negara.

Tidak ada identitas ganda, karena Kitnas diperkuat dengan rekaman sidik jari, retina mata, dan DNA.

Sebagai pengunci moral, Kitnas diatur oleh sebuah operator yang dikuasai oleh Negara. Secara online Kitnas mencatat semua perilaku seorang warga negara dalam hal:

1. Catatan Keuangan
2. Catatan Perilaku Baik dan Buruk
3. Catatan kesehatan
4. Dll

Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai poin 1 dan 2.

Sehubungan dengan poin 1, sebagaimana yang disampaikan dalam tulisan sebelumnya mengenai sistem lumbung koperasi yang menghapuskan sistem riba, bahwa kita hanya memerlukan satu Bank saja yang sekaligus berfungsi sebagai Bank Sentral di Indonesia, maka catatan Keuangan Kitnas tersimpan rapi datanya di Bank Indonesia dan berfungsi ibarat Rekening Tabungan Tunggal.

Semua transaksi keuangan dengan nilai uang di atas Rp 500 ribu harus melalui Kitnas, sehingga ATM hanya bisa mengeluarkan uang sekali tarik sebesar Rp 500 ribu per harinya.

Ini akan menutup kemungkinan kejahatan cuci uang (money laundry) dan pembuatan uang palsu, mengurangi jumlah uang kertas yang beredar serta secara otomatis menyimpan catatan arus keuangan seseorang sehingga setiap orang bisa diketahui darimana uangnya berasal dan untuk apa uang digunakan.

Apabila seseorang mendapat transfer dana Rp 500 juta, catatan keuangan Kitnas akan mencatat informasi darimana uang ini berasal. Apabila disebutkan berasal dari menjual sebidang tanah, bisa dilakukan pengecekan apakah betul di dalam Kitnas seseorang memiliki tanah tersebut sebelumnya.

Apabila nilai tersebut adalah komisi dari jual beli tanah orang lain, maka tanah siapa yang diperjual belikan dan siapa pembeli tanah akan mengkonfirmasi kebenaran informasi yang dimasukan ke dalam Kitnas.

Apabila seseorang mendapat uang dari luar negeri dengan nilai yang sangat besar atau menemukan harta karun, maka wajib dideklarasikan kedalam Kitnas informasinya, apabila tidak maka penggunaan uang tersebut hanya bisa dilakukan untuk transaksi uang dibawah Rp 500 ribu.

Uang yang tidak dideklarasikan kedalam sistem Kitnas tidak bisa digunakan dalam transaksi lebih dari Rp 500 ribu sehingga untuk membayar makan siang mewah senilai Rp 550 ribu pun harus menggunakan Kitnas. Dengan seperti ini, buat apa punya uang haram Rp 100 milyar apabila penggunaannya hanya bisa untuk sesuatu yang bernilai kurang dari Rp 500 ribu bagi setiap transaksi keuangan.

Jadi prinsipnya tidak ada uang yang beredar melainkan uang yang halal dan bersih.

Mengenai catatan perilaku, Kitnas berfungsi sebagai pengunci moral. Siapa saja bisa menyampaikan catatan perilaku baik atau buruk seseorang ke dalam sistem Kitnas orang yang bersangkutan.
Misalnya catatan pekerjaan di tempat bekerja, atau catatan kegiatan sosial di masyarakat, semua bisa diberikan catatannya dengan konfirmasi dari pemilik Kitnas.

Demikian juga dengan catatan perbuatan atau perilaku buruk. Di tempat bekerja maupun dalam tatanan sosial masyarakat setiap orang bisa saling melaporkan.

Pemegang Kitnas diberikan kesempatan untuk mengklarifikasi setiap laporan keburukan yang bernilai negatif, apabila laporan yang disampaikan bisa diselesaikan dengan jalan klarifikasi secara kekeluargaan, Kitnas akan menghapus laporan buruk tersebut.

Tetapi apabila yang melaporkan ternyata membuat tuduhan palsu, hal ini akan berakibat kepada tuntutan hukum yang berbalik dan berakibat penuduh akan memiliki catatan buruk dalam Kitnas.
Dalam aplikasi praktisnya, seseorang yang memiliki catatan buruk dalam bisnis akan dijauhi orang untuk berbisnis.

Seseorang yang malas dalam bekerja akan sulit mendapat pekerjaan, dan seseorang yang banyak memiliki catatan banyak perilaku buruk akan dikucilkan masyarakat.

Kitnas menjadikan e-KTP bersifat sakral bagi setiap warga negara, sebagai saksi yang akan berbicara tentang siapa diri kita.
Inilah hari yang diistilahkan dalam Kitab Suci: "Ketika tangan dan kaki berbicara tentang apa yang telah kita lakukan selama hidup."

Akhirnya dengan penerapan Kitnas, hukum potong tangan pada kasus korupsi di atas bisa dihilangkan, dialihkan hukuman berat ini hanya kepada mereka yang terbukti melakukan kejahatan kepada sistem Kitnas sebagai bentuk kejahatan besar yang pantas diberikan sangsi seberat-beratnya oleh Negara.

Sementara bagi pembuat keburukan, hukumannya adalah rasa malu yang besar dan kesulitan hidup yang akan diterimanya.

Siapapun akan berpikir ulang 1000 kali untuk berbuat keburukan.

Pertanyaan saya, apabila keburukan yang ditutupi bisa jadi terbuka dan membuat malu, berlaku baik pada seorang koruptor ataupun diri Anda sendiri, masih maukah Anda mendukung  kesempurnaan e KTP seperti di atas?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar