Selasa, 14 Maret 2017

Sistem Ekonomi Pancasila



Artikel Ketiga

SISTEM EKONOMI PANCASILA ADALAH EKONOMI KERAKYATAN YANG BERBASIS KETUHANAN DAN KEMANUSIAAN


Oleh: Aryandi Yogaswara


Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa



Artikel ini melanjutkan artikel sebelumnya tentang ekonomi kerakyatan yang dibangun berbasis lumbung koperasi di tatar RT dan RW. 

Lumbung koperasi memungkinkan pengalihan sebagian modal atau kumpulan uang dari sebagian kecil pengusaha kepada masyarakat melalui adanya keguyuban warga.

Pengusaha yang dimaksud adalah para perantara yang ada diantara produsen dengan pemakai akhir atau konsumen. Dengan memangkas jumlah perantara maka selisih uang yang ada sebagian bisa masuk ke lumbung warga yang warganya adalah pemakai atau konsumen akhir.

Usaha bersama yang bisa dikembangkan di lumbung diantaranya Sembako, Energi, dan Komunikasi sebelum usaha-usaha lainnya bisa dikembangkan berdasarkan potensi yang ada di setiap RT/RW.

Dalam artikel ini kita akan membahas gagasan bagaimana Pendapatan Negara bisa dioptimalkan dengan menggunakan sebagian pendapatan tersebut untuk membeli saham dari Perusahaan Besar Swasta yang berkinerja menguntungkan agar keuntungan penanaman saham bisa digunakan untuk mendukung aktifitas lumbung warga.

Pemerintah bisa menggunakan hasil penanaman saham atau modal tersebut untuk diteruskan langsung kepada penduduk miskin di Indonesia melalui perantaraan lumbung warga atau koperasi yang seleksi pembagian atau distribusinya dipimpin oleh Ketua RT dan RW.

Jumlah warga negara Indonesia di tahun 2020 diperkirakan mencapai 280 juta jiwa, apabila satu keluarga dirata-ratakan memiliki 4 orang anggota keluarga, berarti ada sekitar 70an juta Keluarga di Indonesia.

Jumlah penduduk miskin menurut sensus terakhir adalah sekitar 11,5% atau 32 juta jiwa, yang berarti sekitar 8 juta keluarga. Hal ini sesuai dengan kenyataan sistem Riba, bahwa akan selalu ada setidaknya 10% rakyat yang hidupnya sengsara apabila sistem keuangan dilandaskan pada mekanisme bank yang menetapkan pengembalian bunga atas pinjaman sebesar 10% per tahun.

Pendapatan Negara berdasarkan APBN 2016 adalah Rp 1.822,5 trilyun. Sementara penggunaan dana untuk subsidi ada di kisaran Rp 500 trilyun.

Subsidi dibagi dua, untuk subsidi Energi dan Non Energi. Uang Subsidi negara diberikan secara tidak langsung kepada rakyat melalui subsidi untuk BBM, BBG, dan Listrik, nilainya kurang lebih Rp 350 trilyun dan sisanya subsidi non-Energi untuk pemberdayaan masyarakat.

Ide yang ingin diangkat adalah penggunaan sebagian dari Pendapatan Negara untuk diputar dalam penanaman saham di perusahaan-perusahaan besar swasta baik perusahaan asing maupun lokal.


Hal ini berkenaan dengan UUD 45 Pasal 33 sebagai berikut:

Ayat (1) 

Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan, 

Ayat (2) 

Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, 

Ayat (3) 

Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, 

Ayat (4) 

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional 

Ayat (5) 

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Hal ini berarti, secara konstitusi, pemerintah Indonesia berhak dan wajib untuk melakukan pembelian saham dari perusahaan manapun dengan jumlah bisa sampai 51% saham apabila dinilai pembelian saham akan menguntungkan bagi negara.

Tidak boleh ada satu perusahaan pun yang menolak untuk dibeli sahamnya oleh negara untuk tujuan kemakmuran rakyat.

Bayangkan apabila Rp 500 Trilyun digunakan negara untuk pembelian Saham-saham yang peruntukan keuntungannya diteruskan kepada rakyat miskin maka setiap tahun akan diperoleh jumlah uang subsidi langsung yang tidak sedikit.

Keuntungan dari saham atau modal yang ditanam bisa langsung diteruskan kepada setiap Keluarga miskin melalui mekanisme Lumbung Koperasi dengan pengawasan pertama dan terutama oleh RT, RW, dan Desa apabila sistem 7 langit pemerintahan sudah bisa berjalan.

Data dari tahun 1997 sampai dengan 2013 di Indonesia menunjukan keuntungan tahunan saham dalam hitungan kewajaran berkisar antara 1% sampai 32% dalam jangka waktu 7 tahun, yang berarti rata-ratanya adalah 4,7% per tahun.

Namun, hitungan kewajaran kemudian menyatakan bahwa semestinya keuntungan dari Saham bisa mencapai 10%-20% pertahun apabila penempatan sahamnya optimal atau ditempatkan di perusahan dengan kinerja baik (semisal saham blue chip). Dalam hitungan di tulisan ini, digunakan nilai 10% dengan asumsi perhitungan yang konservatif.

Nilai 10% dari Rp 500 Trilyun adalah Rp 50 Trilyun, berarti dalam setiap tahun ada uang sebesar Rp 50 trilyun untuk diteruskan langsung kepada rakyat melalui mekanisme lumbung koperasi.

Bagilah 50 Trilyun kepada jumlah Lumbung di Indonesia. Jumlah Lumbung yang sebagaimana jumlah RW adalah 70 Juta KK dibagi 120 KK (120 KK adalah jumlah minimal KK dalam satu RW) berarti akan ada sekitar 583 ribu Lumbung

Hasilnya, dari keuntungan saham sebesar 50 trilyun, setiap Lumbung berpotensi mendapatkan pembagian sebesar Rp 85,7 juta per tahun. Dalam hal ini lumbung yang berkelimpahan bisa menyerahkan uang senilai Rp 85,7 tersebut kepada lumbung-lumbung di sekitarnya yang masih dalam kondisi keterbatasan.

Dalam sistem Lumbung yang baik, putaran uang yang dihasilkan seharusnya bisa menambah uang yang ada di lumbung.


Asumsinya, seorang warga yang meminjam uang ke lumbung Rp 24 juta, bisa melakukan usaha yang menghasilkan keuntungan perbulan sebesar Rp 3 sampai dengan 4 juta.

Dengan kesepakatan Zakat sebesar 10%, maka 10% dari 4 juta adalah Rp 400 ribu. Sementara pinjaman lunak selama katakanlah 4 tahun untuk 24 juta berarti cicilan pinjaman per bulan sebesar Rp 500 ribu.

Total pendapatan perbulan yang bisa diperoleh setelah pengeluaran zakat dan pengembalian pinjaman adalah Rp 4 juta dikurangi Rp 900 ribu = Rp 3,1 juta, ini adalah nilai UMR di ibukota Jakarta, sebuah nilai yang diharapkan bisa memenuhi kehidupan sederhana sebuah keluarga yang sebelumnya dalam kondisi miskin karena ketidakmampuan memperoleh modal untuk berusaha.

Melalui seleksi oleh ketua RT dan RW yang berjalan dengan baik, dan setiap peminjam mendapat dukungan usaha, disertai rasa tanggung jawab karena meminjam dari uang Lumbung bersama atau dari warga sendiri, maka uang Lumbung tidak akan berkurang, bahkan bertambah dengan adanya kesepakatan kesadaran zakat 10% dari penghasilan.

Jadi, uang sebesar Rp 85,7 juta per Lumbung per tahun dibagi Rp 24 juta bisa digunakan untuk mengentaskan kemiskinan bagi 3-4 KK per 120 KK atau sekitar 3% per tahun.

Yang berarti apabila jumlah penduduk miskin di Indonesia sekitar 11,5% yaitu sekitar 28 juta jiwa atau 8 juta KK, maka pengentasan kemisikinan bisa dilakukan dalam waktu relatif cepat secara eksponensial.

Karena tahun depan akan masuk uang dari negara ke lumbung dua kali dari tahun pertama, yaitu Rp 100 Trilyun, dan di tahun ketiga Rp 150 Trilyun, serta di tahun keempat Rp 200 Trilyun, apabila setiap tahunnya penanaman saham konstan memberikan keuntungan 10%.

Paling lambat hanya dalam 4 tahun saja, dari perhitungan 11,5% dibagi 3%, pengentasan kemiskinan sudah bisa dilakukan dan ekonomi Indonesia akan menjadi kuat sekali karena pembangunan dilakukan dari tatar akar rumput sektor riil.

Kembali kepada nilai Subsidi pemerintah yang Rp 500 trilyun, apabila nilai subsidi langsung dikurangi, maka harga BBM, BBG, dan Listrik akan naik.

Ini berarti rakyat yang berada di atas garis kemiskinan, yaitu yang 88,5% berkorban untuk mengalirkan subsidi ini kepada rakyat yang benar-benar tidak mampu agar mereka bisa berdikari.

Harga bensin yang disubsidi akan meningkat, dari semula berada di kisaran Rp 6000 menjadi sekitar Rp 8000. Hal ini berakibat tahun pertama akan berat dalam perekonomian negara.

Sehingga gagasan uang subsidi untuk pembelian saham hanya bisa dilakukan apabila konsep lumbung koperasi di artikel sebelumnya sudah dilakukan agar bisa memberikan rakyat ketahanan ekonomi untuk menahan kemungkinan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.

Akhirnya, usaha yang dilakukan tidak cukup hanya dengan pemerintah membeli saham, namun wajib adanya gotong royong rakyat seluruh bangsa Indonesia melalui lumbung warga untuk memungkinkan penguatan dan ketahanan ekonomi bisa dilakukan.

Dalam 4 tahun, karena ekonomi riil menjadi sangat hidup dengan sistem lumbung koperasi, dipastikan kestabilan ekonomi akan terjaga dan pertumbuhan ekonomi terjadi luar biasa. Akibatnya bagi seluruh rakyat, membeli BBM, BBG, dan Listrik tanpa subsidi pun akan terasa ringan.

Dan untuk menjawab kemungkinan adanya warga atau rakyat yang memang tidak memiliki kemampuan usaha sehingga uang akan habis begitu saja, maka nilai 24 juta per tahun tadi yang tidak kembali sebagaimana yang diharapkan bolehlah dianggap sebagai subsidi langsung per tahun dalam bentuk pemberian cuma-cuma bagi warga miskin yang tidak mampu untuk membiayai hidup sebesar Rp 2 juta per bulan.


Dan ini tidak apa-apa, karena walaupun dari 3% target pengentasan kemiskinan ternyata tingkat keberhasilannya hanya 1/3-nya yaitu 1% untuk setiap dana Rp 50 trilyun dari pemerintah, ditahun kedua persentase pengentasan kemiskinan akan menjadi 2%, di tahun ketiga 3%, tahun keempat 4%, dan tahun kelima 5%, maka jika dijumlahkan totalnya adalah 15%, sudah melampaui 11,5% jumlah penduduk miskin di Indonesia.

Disinilah fungsi dan peran dari RT dan RW sangat penting untuk menaikkan tingkat keberhasilan penggunaan dana bagi warga agar tidak hanya menerima uang untuk dihabiskan, tetapi bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan bulanan yang relatif tetap.

Demikianlah tulisan ini dibuat untuk membawa semangat baru bagi bangsa Indonesia dengan sebisa mungkin menyampaikan konsep ekonomi kerakyatan dengan bahasa yang sesederhana mungkin.


Bahwa pesan yang ingin disampaikan adalah tidak terlalu sulit bagi bangsa ini untuk bisa lepas dari kemiskinan apabila sistem 7 lapis langit dan lumbung koperasi bisa dijalankan dan negara mengubah kebijakan subsidi tidak langsung menjadi subsidi langsung untuk digunakan rakyat melakukan usaha-usaha perekonomian.

Kuncinya adalah nilai Pancasila yang dipahami dan diaplikasikan, terutama dua sila pertama yaitu nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagai tulang punggung bagi keseluruhan aplikasi sila Pancasila.


Hanya dengan pengaplikasian Pancasila secara utuh dan menyeluruh, maka konsep ekonomi yang ideal di atas bisa tercipta dan berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Akhirnya, atas setiap niat baik dan ide yang muncul dari segenap pihak demi Indonesia yang maju, besar, dan berjaya mari kita serahkan tercapainya segala harapan besar kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dalam keyakinan bahwa hanya atas berkat Rahmat-Nya saja kita bisa menjadi bangsa besar itu.

Salam sejahtera dan rahayu.

Merdeka!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar