Selasa, 14 Maret 2017

Telepon, Internet, dan TV Kabel Gratis



Artikel Keenam

TELEPON, INTERNET, DAN TV KABEL GRATIS
UNTUK BANGSA INDONESIA YANG BER-PANCASILA

Oleh: Aryandi Yogaswara

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa


Ibarat air mengalir yang disediakan alam untuk manusia, demikianlah kuota atau pulsa internet yang bisa digunakan untuk kebutuhan komunikasi telepon, data internet, dan TV Kabel.

Apabila dikatakan oleh perusahaan penyedia jasa internet atau "provider"  bahwasannya tarif dasar internet adalah 1 KB = Rp 1 sebetulnya keluarnya biaya untuk setiap 1 KB bukanlah untuk gelombang data internet yang memang sudah alamiah ada dan disediakan di alam secara gratis.

Sebagaimana kita menonton TV menggunakan antena, gelombang TV-nya itu sudah ada di alam, yang diperlukan adalah stasiun pemancar yang memancarkan data melalui gelombang atau frekuensi dan antena serta TVnya di masing-masing rumah penerima.

Ibarat aliran sungai yang kemudian mengalir di sungai-sungai dan di dalam tanah, ketika biaya PAM mesti kita bayar, itu bukan membayar air yang diberikan Yang Maha Kuasa untuk manusia, tetapi yang perlu dibayar adalah biaya PAM untuk memungkinkan terjadinya distribusi air bersih.

Jadi, adanya iklan di setiap TV swasta bukan untuk membayar gelombang TV yang gratis tersedia dari alam, tetapi untuk membayar biaya infrastruktur, perawatan, dan operasional sebuah stasiun TV.

Oleh karenanya kuota internet yang kita bayar pun sebetulnya demikian, bila sebuah operator mengeluarkan tarif Rp 100 ribu untuk 6 GB kuota internet, yang dibayarkan adalah untuk memenuhi biaya pendirian infrastruktur, operasional, dan perawatan dari setiap perusahaan provider yang didalamnya termasuk teknologi pemancar dan menara-menara BTS.

Satu menara BTS cukup untuk melingkupi satu kelurahan dengan radius pemancar kurang lebih 10 KM. Apabila 1 kelurahan atau desa terdiri dari 50 RT atau 2000 KK, sementara biaya untuk mendirikan sebuah menara BTS sebesar 1 M bisa dipenuhi dengan iuran setiap KK sebesar Rp 500 ribu, yang apabila dikumpulkan dalam 10 bulan, nilai cicilan perbulannya adalah Rp 50 ribu per KK.

Maka setiap Kelurahan atau Desa bisa memiliki menara BTS nya masing-masing, infrastuktur sudah ada, tinggal biaya teknologi pemancar, dan operasional serta biaya perawatan dari perusahaan provider.

Apabila biaya operasional dan perawatan dihitung sebesar 1 Milyar per tahun, dengan setiap KK iuran biaya internet per bulan Rp 50 ribu, maka warga satu kelurahan atau desa sudah bisa menikmati internet dengan kuota unlimited atau tak terbatas.

Internet, HP, dan TV Kabel bisa diperoleh hanya dengan biaya Rp 50 ribu perbulan! Bayangkan apabila ini digunakan untuk membangun usaha ekonomi atau peningkatan kesejahteraan dan pendidikan. Efek bola saljunya akan luar biasa bagi negeri.


Dan apabila ingin benar-benar gratis, maka biaya ini bisa menggunakan uang lumbung yang terkumpul dari zakat warga. Mudah sekali untuk bisa mendapatkan internet, komunikasi HP, dan TV kabel gratis.

Inilah esensi dari konsep lumbung atau koperasi, bahwa dengan bergotong royong kita bisa memperoleh banyak sekali dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Seperti yang telah disampaikan di tulisan-tulisan sebelumnya, begitu banyak ide untuk membangkitkan kemakmuran di negara kita, seolah seperti mimpi tetapi dipikir secara logika masuk akal juga.

Kenapa tidak dari dulu seperti ini?

Pertama, karena memang masanya belum tiba. Masa ini berhubungan dengan kesadaran masyarakat atau bangsa Indonesia dan kehendak Tuhan untuk kebangkitan bangsa Indonesia di masa ini.

Kedua, karena masyarakat kita belum cukup kesadarannya. Belum terbuka jiwa-jiwa Ketuhanan dan Kemanusiaannya secara utuh. 


'Ruh Pancasila' dalam kehidupan sehari-hari belum menjiwai perikehidupan rakyatnya, Tuhan Yang Maha Kuasa belum dilihat nyata dan ada di dalam perikehidupan bangsa Indonesia, sehingga tatanan kemanusiaan yang adil dan beradab masih belum bisa terwujud.

Kita lihat serat berikut ini:

Saramuscaya Seloka 02

"Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wenang gumawayaken ikang subhasubhakarma, kuneng panentasakena ring subhakarma juga ikangasubhakarma phalaning dadi wwang."

"Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat melakukan kebajikan pun kejahatan. Terlahir menjadi manusia bertujuan untuk melebur perbuatan-perbuatan jahat ke dalam perbuatan-perbuatan bajik, hingga tidak ada lagi perbuatan-perbuatan jahat yang masih tersisa dalam diri, inilah hakekat menjadi manusia. Hanya dengan menjadi manusia, kejahatan itu dapat dilebur dalam kebajikan."


Esensi semua ajaran kebaikan dari berbagai jaman dan kitab suci pada akhirnya bisa disimpulkan adalah sama atau tunggal. Dan Pancasila mempersatukan semua nilai kebaikan ini dengan merangkum dan mengintisarikannya kedalam lima sila yang teramat dalam maknanya.

Oleh karenanya, sebelum Ruh Pancasila ada di dalam setiap Jiwa Bangsa Indonesia, sampai kapan pun usaha mencapai kehidupan yang adil dan makmur bagi bangsa Indonesia masih jauh di angan-angan.

Tulisan-tulisan di dalam artikel buku Hikmat ditujukan untuk membangkitkan Ruh Pancasila, yang dengannya Jiwa bangsa Indonesia bisa dibangun, barulah setelahnya Badan atau Fisik dan Materi mengikuti.

Bukankah demikian lagu Indonesia Raya dilantunkan?

"Bangunlah Jiwanya! Bangunlah Badannya! Untuk Indonesia Raya."

Setelah ke empat Sila dari Pancasila mewujud di dalam diri setiap rakyat Indonesia, maka Sila ke Lima yang adalah Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia akan mewujud dengan sendirinya sebagai berkat dan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa.

Mari bersatu padu seluruh rakyat Indonesia, kembali kepada nilai Pancasila yang telah mempersatukan kita dalam satu keluarga besar, Bangsa Indonesia!

Merdeka!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar