Sabtu, 20 Mei 2017

Musuh Bersama Kita


Artikel Kedua Menuju Tangsel 2020

MUSUH BERSAMA KITA ADALAH
KEBODOHAN DAN KESERAKAHAN



Ditulis oleh:
Aryandi Yogaswara


  

Ciputat
2017


Bagian Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa

Musuh ini nyata ada di sekeliling kita, sebagaimana Setan dan Iblis yang selalu membawa manusia kepada kehancuran. Secara makna simbolis, setan bisa diibaratkan sebagai kebodohan sementara Iblis adalah kesombongan atau keserakahan yang ada di dalam diri manusia.

Ibarat siang dan malam yang menyertai kehidupan manusia sehari-hari, demikian juga dalam ruang yang lebih luas yaitu peradaban ada siang dan malamnya. Ada peradaban terang dan ada peradaban gelap. Ketika masa peradaban gelap terjadi, manusia diliputi oleh kegelapan terhadap Petunjuk Tuhan sehingga tatanan kehidupan didominasi oleh ketidakadilan.

Kegelapan yang menyelimuti ini bisa diibaratkan sebagai kebodohan manusia dalam menjalani tata kehidupan bermasyarakat. Kebodohan yang muncul dalam bentuk sifat individualisme dan materialisme, sebuah gaya hidup di masyarakat yang mementingkan diri sendiri, keluarga, atau golongan sendiri daripada kepentingan bersama, serta lebih mengutamakan pencapaian materi daripada kebahagiaan yang bersifat esensi.

Kesadaran terhadap pentingnya hidup guyub dalam masyarakat dan gotong royong sebagai perwujudannya yang nyata seolah tidak lagi tampak dalam tatanan kehidupan kita. Pola ekonomi yang cenderung kepada mementingkan pengumpulan materi sebanyak-banyaknya, daripada pemanfaatan perekonomian untuk kepentingan bersama telah melahirkan banyak kesusahan dan keprihatinan bagi masyarakat kelas bawah.

Di sisi yang lain, kepedulian masyarakat kelas menengah dan atas untuk sungguh-sungguh membantu masyarakat kelas bawah tidak terlalu banyak berpengaruh dalam menemukan solusi yang diharapkan. Lama kelamaan hal ini dilihat sebagai sesuatu yang lumrah atau biasa, baik di Indonesia maupun di negeri manapun di seluruh dunia.

Setiap kelas dalam masyarakat kebanyakan memandang kondisi ini sebagai sebuah keniscayaan. Bahwa sesama manusia memang perlu bersaing untuk memperoleh kemapanan hidup masing-masing, dan adalah lumrah apabila dari persaingan yang terjadi terciptalah kelas bawah yang menjadi korban atas kekalahan dalam persaingan hidup. Seolah kebahagiaan hanya bagi para pemenang saja dan bagi yang kalah kebahagiaannya nanti saja setelah mati.

Bukan hanya di Indonesia, namun di seluruh negara di Dunia tantangannya sama dan hal ini sudah terjadi selama ratusan tahun. Maka, adakah jalan keluar dari kebodohan dan kesusahan dalam tatanan masyarakat yang telah bertahan di dunia selama berabad-abad ini?

Kiranya bukan soalan yang mudah bagi manusia untuk menjawabnya. Oleh karenanya, mari kita bertanya kepada Tuhan. 

Bagaimana caranya bertanya kepada Tuhan?

Tentu dengan cara membaca Petunjuk-Nya yang ada di berbagai ajaran agama dan kitab suci yang mengiringinya. Solusinya pasti ada, sebagaimana keyakinan kebanyakan umat beragama. Namun yang menjadi tantangan adalah kemampuan manusia dalam membaca dan memahami Kitab Suci tidaklah mudah.

Berbagai pembacaan Kitab Suci yang belum sampai pada ketepatan yang mendekati sempurna hanya akan menambah daftar panjang penafsiran yang berbeda-beda. Setiap penafsiran yang berbeda menghasilkan jalan yang berlainan. Terjadilah manusia dalam berbagai aliran dan golongan yang masing-masing merasa memiliki solusinya tetapi pada kenyataannya dalam masa ratusan tahun, belum pernah ada yang bisa mewujudkan solusi tersebut.

Kata “Agama” berasal dari bahasa sansekerta, A = Tidak dan Gama= Kacau, sehingga Agama berati “tidak kacau”. Berdasarkan makna katanya, semestinya Agama bisa menjadi solusi atas tantangan kekacauan masyarakat yang sedang terjadi. Namun, rupanya karena adanya jarak masa yang teramat panjang dari masa hidup para Utusan yang melahirkan Agama-agama di dunia, maka saat ini kita sulit sekali untuk bisa memperoleh penjelasan tentang Agama sebagaimana aslinya ketika diturunkan.
Kita asumsikan bahwa pemahaman manusia-manusia tentang Agama, apapun Agamanya, barangkali sudah tidak sama sebagaimana ketika Utusan Tuhan yang diutus ada bersama Kitab dan umat-umat awalnya.

Penafasiran-penafsiran atas Kitab Suci yang terus menerus dilakukan oleh manusia-manusia “biasa” yang terpisah masa ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun dengan Para Utusan telah memunculkan begitu banyak perbedaan pemahaman yang ada di masyarakat. Jangankan yang berbeda agama, bahkan yang seagama pun memiliki pandangan sendiri-sendiri yang berbeda antara yang satu dengan lainnya.

Hal ini wajarnya mengundang tanya bagi kita semua, bahwa barangkali Para Utusan yang lahir dalam jarak atau rentang masa tertentu memang diutus Tuhan pada “masanya” untuk mengembalikan jalan hidup manusia kembali kepada kefitrahan atau kemurniannya dalam menjalankan suatu tata kehidupan yang berdasarkan Petunjuk Tuhan yang datang kepada para Utusan Tuhan sebelumnya.
Utusan yang “lebih baru” datang untuk menyempurnakan dan memurnikan ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Para Utusan sebelumnya sehingga Petunjuk Tuhan kembali menjadi fitrah atau murni.

Kefitrahan atau kemurnian yang dimaksud tentunya berhubungan dengan posisi Agama yang tidak semata dilihat dalam konteks ruhani atau pribadi saja, namun Agama dilihat sebagai Petunjuk dari Yang Maha Kuasa untuk mengatur tata kehidupan sosial atau bermasyarakat yang dengannya kehidupan banyak manusia bisa menjadi lebih berbahagia karena tatanan sosial yang dijalankan sesuai dengan fitrah penciptaan manusia itu sendiri.

Dengan latar belakang seorang muslim, rasa penasaran mendorong saya untuk melakukan pengecekan terhadap masa hidup para Nabi dan Rasul di dalam kepercayaan agama Islam, khususnya masa hidup Para Utusan yang dikenal sebagai Rasul Ulul Azmi atau para Rasul yang dianugerahi tantangan masa yang lebih berat dari para Nabi dan Rasul lainnya.
Berikut ini yang saya temukan:


Nama Utusan “Ulul Azmi”
Masa Hidup
Jarak masa dengan Utusan selanjutnya
Keterangan
Nabi Nuh
3400an SM
1400an tahun
Masa peralihan dari ajaran panteisme atau ketuhanan berdasarkan pembacaan alam kepada ajaran yang bersifat monoteisme

Nabi Ibrahim
2000an SM
600an tahun
Bapak agama Samawi atau Monoteisme yang diakui baik oleh agama Yahudi, Nasrani, maupun Islam

Nabi Musa/Moses
1400an SM
1400an tahun
Diutus hanya untuk Bani Israil, membawa Bani Israil lepas dari perbudakan di Mesir untuk memiliki tanah sendiri yang merdeka dan mendirikan kerajaan Israel yang mendasarkan Hukum kepada Petunjuk Tuhan

Nabi Isa/Yesus
0 M
600an tahun
Membebaskan Bani Israil atau umat Yahudi dari kekuasaan Kerajaan Romawi sehingga akhirnya Kerajaan Romawi memeluk agama Nasrani dengan menjadikannya sebagai agama resmi dari Kerajaan.

12 Rasul murid dari Isa Al Masih membawa Petunjuk Tuhan sebagaimana tuntunan agama Samawi kepada berbagai bangsa di dunia dari sebelumnya ajaran Samawi hanya dianut Bani Israil atau keturunan Nabi Yakub saja menjadi sebuah agama yang bisa dianut berbagai suku dan bangsa.

Nabi Muhammad SAW
600an M
1400an tahun (?)
Meluruskan berbagai penyimpangan dari umat Yahudi dan Nasrani pada masa itu terhadap Petunjuk Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa yang lurus.

Muhammad membawa bangsa Arab yang sebelumnya jahiliyah menjadi pusat peradaban dunia pada masanya.

Mengembangkan konsep Agama Monoteisme  (Tuhan Yang Esa) menjadi sebuah tatanan masyarakat yang bersifat global di Dunia.

Konsep globalisasi ini kemudian diikuti oleh berbagai Kerajaan di Eropa yang beragama Nasrani sehingga saat ini bangsa Eropa dan turunannya yaitu bangsa Amerika menjadi bangsa Adikuasa yang mendunia.

Sementara umat Yahudi karena jumlahnya yang sedikit berada di belakang layar menguasai teknologi dan perekonomian dunia.

Mengamati jarak masa para Utusan di atas, sebagaimana keyakinan Umat Islam tentang tidak akan diturunkannya lagi Nabi dan Rasul setelah Muhammad Rasulullah, saya cukup bisa menduga bahwasannya Utusan selanjutnya yang ditunggu kedatangannya di masa kita adalah sosok Imam Mahdi atau Pemimpin yang Memandu dengan Petunjuk, bukan Nabi atau Rasul Baru.

Dalam keyakinan berbagai agama dan budaya di Indonesia, Imam Mahdi diistilahkan dan dikenal dengan berbagai Nama atau sebutan. Diantaranya adalah Buddha Maythrea, Avatara Wisnu, Yesus yang turun kembali, Ratu Adil, Satria Piningit, Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu, Anak Pengembala, dan lain sebagainya.

Seorang Pemimpin yang bisa menjelaskan kembali agama Islam, Nasrani, dan Yahudi serta berbagai agama kembali kepada kemurniaannya. Bukan hanya agama Samawi, karena secara esensi Petunjuk Tuhan yang ada dalam berbagai agama dan kepercayaan adalah sama. Yaitu bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Tuhan yang satu dan sama. Oleh karenanya, Pemimpin yang dijanjikan ini akan bisa menjelaskan hakikat berbagai agama dan aliran kepercayaan, termasuk di dalamnya agama leluhur di seluruh Nusantara dan Dunia.

Mari perhatikan, apabila kedatangan Pemimpin itu adalah di Indonesia, maka yang akan dilakukannya serupa dengan yang telah dilakukan oleh Muhammad Rasulullah. Dia akan menyatukan bangsa Indonesia di bawah kepemimpinannya dan membawa bangsa ini naik derajatnya menjadi bangsa mercusuar dunia dari sebelumnya bangsa yang bodoh atau jahiliyah.

Hal ini sebagaimana Nabi Musa yang membebaskan Bani Israil dari perbudakan di Mesir, Pemimpin yang Dijanjikan ini akan bisa membebaskan bangsa Indonesia dari perbudakan oleh bangsa asing dan dari kebodohan yang menyelimuti bangsa ini.

Atau sebagaimana Kresna yang adalah Titisan Dewa Wisnu membawa Pandawa memenangkan perang Baratayudha melawan Kurawa yang memiliki jumlah Panglima Perang dan prajurit serta dukungan kerajaan lain yang lebih banyak.

Selain membawa manusia kepada hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa, dia akan mewujudkan sebuah tata kepemimpinan atau pemerintahan yang adil dan makmur, besertanya petunjuk tentang tata perekonomian baru yang akan menggantikan konsep perekonomian usang yang selama ini dianut dunia berabad-abad lamanya.

Memandang jarak masa antara para Rasul di atas dan hadis Rasulullah tentang usia umat Islam, maka selambat-lambatnya Pemimpin yang Dijanjikan ini akan hadir bersama kita sebelum jarak masa 1500 tahun dari Rasulullah.

Saat ini tahun 2017 yang bertepatan dengan 1438 Hijriyah. Maka masa 1500 tahun itu selambat-lambatnya adalah sekitar tahun 2080.

Untuk mempermudah penalaran perhatikan bagan berikut ini:



Sehubungan dengan pemahaman pribadi di atas itulah, pola kepemimpinan yang saya angkat untuk Tangsel 2020 dibuat sedemikian rupa berdasarkan keyakinan diperlukannya perubahan yang sangat mendasar dalam pola pemerintahan dan perekonomian di Tangsel khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Apabila dicermati, sebetulnya apa yang saya sampaikan bukan hal yang baru mengingat semua konsepnya berdasarkan usaha untuk mewujudkan pesan Para Pendiri Bangsa yang dititipkan dalam Pancasila dan UUD 45.

Pancasila adalah jalan kita bersama menuju tatanan hidup yang berkeadilan sosial, sesuatu yang disebut di dalam Al Quran dengan istilah Negeri yang dinaungi berkah dari langit dan bumi sehingga dipastikan keadilan dan kemakmurannya.

Pemurnian ini dimulai dari keyakinan bahwa pada hakikatnya Tuhan yang disembah berbagai agama dan aliran kepercayaan di Indonesia adalah Tuhan yang Esa, yaitu Tuhan yang satu dan sama walaupun tata peribadatan dilakukan berbeda dan jalan menujuNya dilakukan dengan istilah atau jalan yang beragam.

Dan apabila kita mau jujur, bahkan apa yang disampaikan dalam Pancasila dan UUD 45 pun bukanlah hal yang baru ketika saya temukan cara mewujudkannya adalah melalui pemahaman secara mendalam terhadap berbagai Kitab Suci yang ada di Agama-agama, khususnya di Indonesia adalah agama Islam, Nasrani, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Kesimpulannya, secara hakiki Pancasila bukanlah sesuatu yang baru dan lahir di Indonesia begitu saja. Pancasila adalah kristalisasi dari berbagai cara pandang atau jalan hidup kebudayaan bangsa Nusantara jauh sebelum berdirinya NKRI. Dan karena kebudayaan atau adat istiadat dari setiap tanah di Dunia pada dasarnya sama, yaitu dibangun dari nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan, maka Pancasila pun bisa dikatakan sebagai kristalisasi dari semua budaya adiluhung di semua tanah dan bangsa di Dunia.

Bagian Kedua: Pasal 31, 33 dan 34 UUD 45 serta Implementasi Sila 2 sampai dengan Sila 5 Pancasila.

Sekarang, mari kita lihat kembali konsep Lumbung Koperasi yang disampaikan di artikel pertama.
Ada pertanyaan dari salah seorang pembaca mengenai dampak terhadap warung sembako kecil yang ada di masyarakat. Bukankah dengan penguasaan Sembako oleh Lumbung Koperasi berakibat akan tutupnya warung-warung tersebut?

Saya jawab, tidak akan mengganggu perekonomian rakyat kecil. Para pemilik warung sembako beserta segenap pegawai tokonya akan menjadi karyawan atau petugas dari Lumbung Koperasi. Bukankah dalam pendistribusian sembako kepada warga akan dibutuhkan petugas yang banyak dan telah berpengalaman?

Dengan selisih keuntungan 50% dari Petani Beras. Maka Lumbung Koperasi bisa mengumpulkan keuntungan yang sebagiannya diperuntukan sebagai gaji bagi para Petugas Lumbung yang diantaranya berasal dari berbagai warung Sembako.
Dan apabila tidak mau bekerja di Lumbung pun, bukankah para Pedagang ini akan diberikan kesempatan untuk beralih bisnis ke berbagai bidang lainnya, mengingat dengan pola zakat/perpuluhan/derma ke Lumbung maka akan selalu tersedia modal untuk diputar dan dimanfaatkan?

Dan ingat juga bahwasannya kekayaan Lumbung Koperasi bukan hanya berasal dari pengumpulan zakat atau perpuluhan dari warga. Bukankah Pom Bensin, Jaringan Telekomunikasi, dan Listrik serta Air sudah bisa kita miliki bersama bisnisnya sehingga keuntungannya bisa dialirkan kepada masyarakat yang adalah Pemilik Bisnis melalui Lumbung Koperasi?

Apakah menguasai hal tersebut di atas masih kurang? Maka kembangkanlah Lumbung Koperasi untuk menguasai Perumahan Rakyat, Kontraktor berbagai pekerjaan Infrastruktur, dan lain sebagainya.

Nah, lalu bagaimana dengan nasib para pemilik perusahaan di atas dan para karyawannya?

Inilah yang menarik.

Berbagai usaha di atas pada dasarnya jadi bisa dimiliki seluruhnya oleh Lumbung Koperasi. Dan selama para karyawannya sudah diberikan imbal jasa yang pantas, tidak akan ada yang terlalu banyak berubah. Posisi Direktur tetap sebagai Direktur dengan gaji yang pantas sebagai seorang Direktur. Demikian juga gaji para manajer, para ahli, teknisi, pengawas, buruh, bagian administrasi, keamanan, personalia, keuangan, pemasaran, dan lain sebagainya akan tetap ada dengan jenjang penghasilan yang sebagaimana kepantasannya.

Yang akan berubah adalah kepemilikan dari usaha yang dijalankan.

Para pemilik usaha akan kerepotan, apalagi jika pemilik usaha atau pemilik modal bukan mereka yang bekerja langsung di dalam perusahaan karena tidak memiliki kecakapan yang diperlukan untuk memimpin sebuah perusahaan namun hanya memperolehnya dengan jalan mengakuisisi atau mendapat warisan dari orang tua.

Para pemilik usaha yang sebelumnya cukup ongkang-ongkang kaki dan mendapat keuntungan usaha yang besar karena dijalankan oleh segenap karyawan yang dibayarnya setiap bulan, akan kehilangan nilai tambahnya. Mereka akan terpinggirkan apabila usaha yang dimilikinya kemudian dijual kepada rakyat yang akan jadi pemilik modal/kapital.

Namun, apabila benar-benar memiliki jiwa usaha, maka uang yang diperoleh dari menjual usaha kepada Lumbung Koperasi akan bisa dimanfaatkan untuk berusaha di bidang lain atau bidang-bidang pendukung usaha Lumbung Koperasi. Dengannya ia akan tetap menjadi seorang pengusaha dan tidak ada masalah dengan pendapatannya. Tetapi bila pengusaha yang dimaksud bukan seorang yang benar-benar berjiwa pengusaha, dipastikan uang yang dimilikinya akan habis dan ia akan bergantung kepada Lumbung Koperasi untuk mendapatkan penghasilan.

Demikian juga dalam bidang Sembako. Para pemilik warung akan aman karena tetap bekerja sama dengan Lumbung Koperasi, namun para Tengkulak, Ijon, dan Pengusaha besar di bidang komoditas akan kehilangan kekuasaannya.

Mereka yang sebelumnya bisa dengan sewenang-wenang menimbun Sembako dan mempermainkan harga, semisal Cabe sehingga harganya bisa tiba-tiba melangit seperti saat ini, akan diputus hubungannya baik dengan penjual pertama atau produsen yang adalah para petani maupun dengan pembeli akhir yaitu warga.

Yang akan berada di tengah sebagai perantara adalah Lumbung Koperasi yang dimiliki oleh Warga, yang berarti dikuasai oleh Rakyat. Semangatnya adalah dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat.
Bagaimana dengan Rumah Sakit dan Klinik Kesehatan atau Dokter yang membuka klinik pribadi? Sama juga, siap-siap diambil alih oleh Rakyat melalui tulang punggung baru perekonomian yaitu Lumbung Koperasi sebagai Sokoguru perekonomian Bangsa Indonesia.

Kemudian ada yang bertanya: “Kalau begitu tidak akan ada yang mau jadi Dokter dong? Karena untuk menjadi Dokter diperlukan biaya yang besar sehingga harus usaha untuk balik modal sementara dibawah kepemimpinan Arya para Dokter menjadi abdi masyarakat yang tidak boleh sewenang-wenang menetapkan biaya jasa dan harga obat.”

Saya menjawab, tidak demikian. Kelak dalam masa Pemerintahan saya, para siswa yang memiliki keunggulan dan bakat untuk menjadi sosok penting dalam masyarakat seperti Dokter, Ilmuwan, dan Peneliti akan sekolah dengan biaya yang berasal dari gotong royong warga.

Hal ini seperti adat dari masyarakat Padang dulu. Ketika ada seorang anak warga yang memiliki bakat yang sangat mencolok di bidang keilmuan, maka warga sekampung akan sukarela bergotong royong menyekolahkan anak tersebut sampai tingkat pendidikan setinggi-tingginya.

Hasillnya lahirlah tokoh nasional yang banyak dari tanah Padang seperti Bung Hatta, Tan Malaka, KH Agus Salim, Buya Hamka, M Natsir, Moh Yamin, Sutan Syahrir, Rasuna Said, dan lain sebagainya. Salam bagi mereka dan kebijaksanaan tanah Padang yang telah melahirkan mereka.

Bayangkan, warga satu kecamatan yang berjumlah sekitar 10 ribu KK mengumpulkan dana bersama Rp 100 ribu per bulan selama setahun untuk menyiapkan dana pendidikan bagi warganya yang berpotensi tinggi. Bukankah dalam setahun terkumpul Rp 12 Milyar? Dengan uang sedemikian besar kemanakah para pelajar kita bisa belajar? Ke ujung Dunia!

Maka ketika seorang anak menjadi Dokter, dia tahu tugasnya adalah membalas budi warga dengan menjadi abdi masyarakat di bidang kedokteran dan kesehatan. Demikian juga ketika seorang peneliti dari warga Tangsel menemukan sebuah penemuan yang bisa dipatenkan, maka uang paten yang bisa sangat besar nilainya tentu akan senang hati sebagian besar diperuntukan untuk kembali kepada warga yang dulu telah membiayai pendidikannya.

Setelah memahami yang disampaikan di atas, mari kita kembali kepada judul dan tema dari Artikel kedua ini. Bahwa apabila ada yang berpotensi menjadi musuh dari pergerakan yang mulia ini, siapakah kira-kira yang akan kita lawan dan perlu dihadapi bersama?

Itulah Setan dan Iblis dalam wujud kebodohan dan kesombongan atau keserakahan yang ada di dalam jiwa manusia yang sadar ataupun tidak telah terkotori dari kemurniannya.

Dengan membaca rangkaian Artikel Kampanye Arya dan mendengar penjelasan langsung darinya, tiba-tiba Anda sekalian menjadi lebih cerdas dalam memandang kehidupan, yang karenanya bisa lebih baik lagi dalam menyikapi keseharian.

Anda jadi tahu hak yang semestinya diperoleh sebagai Warga Negara, yaitu untuk hidup layak. Kemudian menyadari pentingnya hidup bermasyarakat mengikuti sebuah tatanan kepemimpinan atau pemerintahan yang berdasarkan nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang baik dan benar.

Di dalam hak Anda, bersamanya mengikuti kewajiban yang mengiringi. Kewajiban itu adalah: Anda harus jadi orang yang baik.

Hanya mereka yang bertekad untuk menjadi orang baik, yaitu orang-orang yang saling mengasihi sesama dan saling tolong menolong dengan perwujudan yang nyata dalam bentuk hidup bergotong royong, akan mendukung kampanye ini.

Lalu siapa yang akan menolak?

Pertama, adalah mereka yang lebih senang hidup sendiri atau bersikap individualis dan mementingkan pengumpulan harta untuk dirinya sendiri atau materialistis. Mereka itulah yang pertama kali akan menolak karena kepentingannya terganggu oleh sistem yang akan diwujudkan. Mereka ini didominasi oleh Pengusaha besar yang rendah kepeduliannya kepada masyarakat atau sesamanya.

Kedua, para Pemimpin atau Penguasa yang ada di Pemerintahan yang korup. Mereka pada dasarnya menerima setoran yang besar dari para Pengusaha besar di atas. Uang setorannya digunakan untuk bersenang-senang sendiri dan lupa kepada rakyat yang dulu memilihnya.

Ketiga, kaum Agamis yang fanatik. Karena kebodohan dan kesombongannya mereka akan menolak untuk diajak mengakui bahwa Tuhan kita adalah Tuhan Yang Maha Esa apapun agama dan kepercayaan yang diikuti. Ciri-ciri yang pertama dari golongan ini adalah mereka menolak Pancasila atau bersikap seolah-olah mendukung Pancasila tetapi di dalam hatinya ingin mengganti Pancasila.
Sebetulnya tidak menjadi masalah ketika keyakinan tentang Tuhan ada dalam ruang pribadi atau diperbincangkan secara tertutup dalam ruang agama masing-masing. Namun akan menjadi masalah ketika penolakan yang dilakukan berimbas pada melakukan aksi massa dengan cara menghimpun pengikutnya dan melakukan tindakan yang melampaui batas serta menimbulkan perpecahan dan permusuhan dalam masyarakat.

Mereka ini umumnya senang mengkafirkan yang berbeda dengannya. Boleh jadi pengusung Pancasila yang memandang Tuhan itu Esa disebut sebagai kafir. Padahal apa yang dinyatakan dalam Al Quran sebagai kafir bahkan bukanlah orang yang beragama diluar Islam.

Islam yang diajarkan oleh Rasulullah kepada umat Islam adalah Islam yang menerima perbedaan agama atau keyakinan untuk hidup bersama dalam sebuah tatanan yang menjamin hak pribadi diakui dan dihormati sebaik-baiknya.

Bukankah di Madinah baik Yahudi, Nasrani, maupun Majusi pada masa kepemimpinan Rasulullah boleh hidup bersama dalam kerukunan?

Bukankah setelah Jerusalem ditaklukan warga Yahudi diperbolehkan lagi untuk masuk Kota Jerusalem yang menjadi kota suci mereka setelah hampir 300an tahun tidak diijinkan oleh Pemerintahan Romawi Byzantium yang berkuasa?

Bukankah setelah menundukan wilayah India yang luas, mayoritas agama yang dianut penduduk India tetap Hindu dan Buddha?

Bukankah setelah menjalin persahabatan yang erat dengan wilayah China yang luas dan kuat, warga China tetap beragama leluhurnya dan hanya sebagian kecil yang kemudian masuk agama Islam?

Adalah betul Islam telah menjadi Agama yang memiliki tata syariat peribadatan tersendiri, tetapi Agama Islam tidak pernah bertujuan menjadikan semua umat manusia beragama Islam. Rasulullah tidak diutus Tuhan untuk menjadikan manusia beragama Islam, melainkan beliau diutus untuk mengajarkan Budi Perkerti yang luhur atau Ahlak yang mulia.

Maka siapakah yang dimaksud dengan kafir dalam ayat Al Quran?

Mereka itulah golongan yang tiga di atas. Kafir artinya tertutupi, maknanya tertutupi jiwanya dari ajakan untuk berbuat kebaikan. Mereka yang karena takut kekuasaan yang dimilikinya hilang atau berkurang banyak menentang perwujudan tatanan masyarakat yang berkeadilan sosial.

Para kafir Makkah menolak mengikuti ajakan Rasulullah karena dengan mengikuti apa yang disampaikan akan ada perubahan terhadap tatanan sosial yang sudah ada atau tegak berdiri. Yang sebelumnya berkuasa atas manusia lain dan bisa berbuat sewenang-wenang, jadi sama derajatnya dan dibatasi kekuasannya.

Yang sebelumnya berkuasa mengumpulkan harta yang banyak dengan cara yang batil atau tidak pantas, jadi dibatasi oleh Hukum Tuhan yang diterapkan nyata oleh Rasulullah dan para Sahabat. 

Akhirnya para Kafir memerangi Rasulullah, dan terjadilah perang yang tidak disukai oleh Rasulullah.
Beruntung kita sebagai umat akhir jaman, yaitu Bangsa Indonesia di masa kemerdekaan ini tidak perlu lagi melakukan peperangan yang tragis seperti jaman itu di 1400 tahun yang lalu. Kita telah melalui masa perang mempertahankan kemerdekaan tahun 1945 - 1949 dan telah pula menghadapi berbagai gerakan pemberontakan sebagaimana dulu masa Khalifah Abu Bakar, diantara tahun 1950 – 1966.

Di masa ini, 70an tahun dari kemerdekaan kita, saatnya kita berbenah dan melanjutkan apa yang dicitakan oleh Para Pahlawan Bangsa Indonesia. Bung Karno menyebutnya dengan istilah Bangsa Mercusuar Dunia, bangsa yang akan menerangi Dunia menuju munculnya peradaban baru yang sering diistilahkan dengan sebuatan Tatanan Dunia Baru atau The New World Order.

Dimulai dari pembentukan tatanan yang Madani dari setiap tanah di seluruh Kota dan Kabupaten di seluruh Indonesia, kita akan menjadikan Indonesia contoh untuk berbagai bangsa di Dunia. Bangsa yang bisa memberikan teladan bagaimana hidup berdasarkan Petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa dengan menjalankan Pancasila sebaik-baiknya, sebagaimana kemurniannya ketika Petunjuk Hidup ini diturunkan dulu kepada Para Pendiri Negeri.

Inilah yang akan mulai dilakukan di Tangerang Selatan.

Mari segenap warga Tangerang selatan, satukan barisan, singsingkan lengan baju kita untuk Negeri. Demi masa depan anak dan cucu kita yang lebih baik dan sebagai ucapan terimakasih dan penghormatan yang tinggi kepada para leluhur kita dan para Pahlawan yang telah gugur meraih kemerdekaan.

Dengan semangat yang sama, kita akan teriakan kembali pekik kemerdekaan: Merdeka! Merdeka! Mereka!

Selamat memperingati Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2017 dan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2017.

“Garuda Pancasila”
Karya: Sudharnoto

Garuda Pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Ayo maju maju



"Bangunlah Putra Putri Pertiwi"
Oleh: Iwan Fals

Sinar matamu tajam namun ragu
Kokoh sayapmu semua tahu
Tegap tubuhmu tak kan tergoyahkan
Kuat jarimu kala mencengkeram

Bermacam suku yang berbeda
Bersatu dalam cengkerammu

Angin genit mengelus merah putihku
Yang berkibar sedikit malu malu
Merah membara tertanam wibawa
Putihmu suci penuh karisma

Pulau pulau yang berbencar
Bersatu dalam kibarmu

Terbanglah garudaku
Singkirkan kutu kutu di sayapmu
Berkibarlah benderaku
Singkirkan benalu di tiangmu
Hei jangan ragu dan jangan malu
Tunjukkan pada dunia
Bahwa sebenarnya kita mampu

Mentari pagi sudah membumbung tinggi
Bangunlah putra putri ibu pertiwi
Mari mandi dan gosok gigi
Setelah itu kita berjanji

Tadi pagi esok hari atau lusa nanti

Garuda bukan burung perkutut
Sang saka bukan sandang pembalut
Dan coba kau dengarkan Pancasila itu
Bukanlah rumus kode buntut
Yang hanya berisi harapan
Yang hanya berisi khayalan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar