Artikel Kedua Menuju Tangsel 2020
MUSUH BERSAMA KITA ADALAH
KEBODOHAN DAN KESERAKAHAN
Ditulis oleh:
Aryandi Yogaswara
Ciputat
2017
Bagian Pertama:
Ketuhanan Yang Maha Esa
Musuh ini nyata ada di sekeliling kita, sebagaimana
Setan dan Iblis yang selalu membawa manusia kepada kehancuran. Secara makna
simbolis, setan bisa diibaratkan sebagai kebodohan sementara Iblis adalah
kesombongan atau keserakahan yang ada di dalam diri manusia.
Ibarat siang dan malam yang menyertai kehidupan
manusia sehari-hari, demikian juga dalam ruang yang lebih luas yaitu peradaban ada
siang dan malamnya. Ada peradaban terang dan ada peradaban gelap. Ketika masa
peradaban gelap terjadi, manusia diliputi oleh kegelapan terhadap Petunjuk
Tuhan sehingga tatanan kehidupan didominasi oleh ketidakadilan.
Kegelapan yang menyelimuti ini bisa diibaratkan
sebagai kebodohan manusia dalam menjalani tata kehidupan bermasyarakat.
Kebodohan yang muncul dalam bentuk sifat individualisme dan materialisme, sebuah
gaya hidup di masyarakat yang mementingkan diri sendiri, keluarga, atau
golongan sendiri daripada kepentingan bersama, serta lebih mengutamakan pencapaian
materi daripada kebahagiaan yang bersifat esensi.
Kesadaran terhadap pentingnya hidup guyub dalam
masyarakat dan gotong royong sebagai perwujudannya yang nyata seolah tidak lagi
tampak dalam tatanan kehidupan kita. Pola ekonomi yang cenderung kepada
mementingkan pengumpulan materi sebanyak-banyaknya, daripada pemanfaatan perekonomian
untuk kepentingan bersama telah melahirkan banyak kesusahan dan keprihatinan
bagi masyarakat kelas bawah.
Di sisi yang lain, kepedulian masyarakat kelas
menengah dan atas untuk sungguh-sungguh membantu masyarakat kelas bawah tidak
terlalu banyak berpengaruh dalam menemukan solusi yang diharapkan. Lama
kelamaan hal ini dilihat sebagai sesuatu yang lumrah atau biasa, baik di
Indonesia maupun di negeri manapun di seluruh dunia.
Setiap kelas dalam masyarakat kebanyakan
memandang kondisi ini sebagai sebuah keniscayaan. Bahwa sesama manusia memang
perlu bersaing untuk memperoleh kemapanan hidup masing-masing, dan adalah
lumrah apabila dari persaingan yang terjadi terciptalah kelas bawah yang
menjadi korban atas kekalahan dalam persaingan hidup. Seolah kebahagiaan hanya
bagi para pemenang saja dan bagi yang kalah kebahagiaannya nanti saja setelah
mati.
Bukan hanya di Indonesia, namun di seluruh
negara di Dunia tantangannya sama dan hal ini sudah terjadi selama ratusan
tahun. Maka, adakah jalan keluar dari kebodohan dan kesusahan dalam tatanan
masyarakat yang telah bertahan di dunia selama berabad-abad ini?
Kiranya bukan soalan yang mudah bagi manusia
untuk menjawabnya. Oleh karenanya, mari kita bertanya kepada Tuhan.
Bagaimana
caranya bertanya kepada Tuhan?
Tentu dengan cara membaca Petunjuk-Nya yang ada
di berbagai ajaran agama dan kitab suci yang mengiringinya. Solusinya pasti ada,
sebagaimana keyakinan kebanyakan umat beragama. Namun yang menjadi tantangan
adalah kemampuan manusia dalam membaca dan memahami Kitab Suci tidaklah mudah.
Berbagai pembacaan Kitab Suci yang belum sampai
pada ketepatan yang mendekati sempurna hanya akan menambah daftar panjang
penafsiran yang berbeda-beda. Setiap penafsiran yang berbeda menghasilkan jalan
yang berlainan. Terjadilah manusia dalam berbagai aliran dan golongan yang
masing-masing merasa memiliki solusinya tetapi pada kenyataannya dalam masa
ratusan tahun, belum pernah ada yang bisa mewujudkan solusi tersebut.
Kata “Agama” berasal dari bahasa sansekerta, A
= Tidak dan Gama= Kacau, sehingga Agama berati “tidak kacau”. Berdasarkan makna
katanya, semestinya Agama bisa menjadi solusi atas tantangan kekacauan
masyarakat yang sedang terjadi. Namun, rupanya karena adanya jarak masa yang teramat
panjang dari masa hidup para Utusan yang melahirkan Agama-agama di dunia, maka
saat ini kita sulit sekali untuk bisa memperoleh penjelasan tentang Agama
sebagaimana aslinya ketika diturunkan.
Kita asumsikan bahwa pemahaman manusia-manusia tentang
Agama, apapun Agamanya, barangkali sudah tidak sama sebagaimana ketika Utusan
Tuhan yang diutus ada bersama Kitab dan umat-umat awalnya.
Penafasiran-penafsiran atas Kitab Suci yang
terus menerus dilakukan oleh manusia-manusia “biasa” yang terpisah masa ratusan
tahun atau bahkan ribuan tahun dengan Para Utusan telah memunculkan begitu
banyak perbedaan pemahaman yang ada di masyarakat. Jangankan yang berbeda
agama, bahkan yang seagama pun memiliki pandangan sendiri-sendiri yang berbeda
antara yang satu dengan lainnya.
Hal ini wajarnya mengundang tanya bagi kita
semua, bahwa barangkali Para Utusan yang lahir dalam jarak atau rentang masa
tertentu memang diutus Tuhan pada “masanya” untuk mengembalikan jalan hidup
manusia kembali kepada kefitrahan atau kemurniannya dalam menjalankan suatu
tata kehidupan yang berdasarkan Petunjuk Tuhan yang datang kepada para Utusan
Tuhan sebelumnya.
Utusan yang “lebih baru” datang untuk
menyempurnakan dan memurnikan ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Para Utusan
sebelumnya sehingga Petunjuk Tuhan kembali menjadi fitrah atau murni.
Kefitrahan atau kemurnian yang dimaksud
tentunya berhubungan dengan posisi Agama yang tidak semata dilihat dalam
konteks ruhani atau pribadi saja, namun Agama dilihat sebagai Petunjuk dari
Yang Maha Kuasa untuk mengatur tata kehidupan sosial atau bermasyarakat yang
dengannya kehidupan banyak manusia bisa menjadi lebih berbahagia karena tatanan
sosial yang dijalankan sesuai dengan fitrah penciptaan manusia itu sendiri.
Dengan latar belakang seorang muslim, rasa penasaran
mendorong saya untuk melakukan pengecekan terhadap masa hidup para Nabi dan
Rasul di dalam kepercayaan agama Islam, khususnya masa hidup Para Utusan yang
dikenal sebagai Rasul Ulul Azmi atau
para Rasul yang dianugerahi tantangan masa yang lebih berat dari para Nabi dan
Rasul lainnya.
Berikut ini yang saya temukan:
Nama Utusan “Ulul Azmi”
|
Masa Hidup
|
Jarak masa dengan Utusan selanjutnya
|
Keterangan
|
Nabi
Nuh
|
3400an
SM
|
1400an
tahun
|
Masa peralihan dari
ajaran panteisme atau ketuhanan berdasarkan pembacaan alam kepada ajaran yang
bersifat monoteisme
|
Nabi
Ibrahim
|
2000an
SM
|
600an
tahun
|
Bapak agama Samawi
atau Monoteisme yang diakui baik oleh agama Yahudi, Nasrani, maupun Islam
|
Nabi
Musa/Moses
|
1400an
SM
|
1400an
tahun
|
Diutus hanya untuk
Bani Israil, membawa Bani Israil lepas dari perbudakan di Mesir untuk
memiliki tanah sendiri yang merdeka dan mendirikan kerajaan Israel yang
mendasarkan Hukum kepada Petunjuk Tuhan
|
Nabi
Isa/Yesus
|
0
M
|
600an
tahun
|
Membebaskan Bani
Israil atau umat Yahudi dari kekuasaan Kerajaan Romawi sehingga akhirnya
Kerajaan Romawi memeluk agama Nasrani dengan menjadikannya sebagai agama
resmi dari Kerajaan.
12 Rasul murid dari Isa
Al Masih membawa Petunjuk Tuhan sebagaimana tuntunan agama Samawi kepada
berbagai bangsa di dunia dari sebelumnya ajaran Samawi hanya dianut Bani
Israil atau keturunan Nabi Yakub saja menjadi sebuah agama yang bisa dianut
berbagai suku dan bangsa.
|
Nabi
Muhammad SAW
|
600an
M
|
1400an
tahun (?)
|
Meluruskan berbagai
penyimpangan dari umat Yahudi dan Nasrani pada masa itu terhadap Petunjuk
Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa yang lurus.
Muhammad membawa
bangsa Arab yang sebelumnya jahiliyah menjadi pusat peradaban dunia pada masanya.
Mengembangkan konsep
Agama Monoteisme (Tuhan Yang Esa)
menjadi sebuah tatanan masyarakat yang bersifat global di Dunia.
Konsep globalisasi
ini kemudian diikuti oleh berbagai Kerajaan di Eropa yang beragama Nasrani
sehingga saat ini bangsa Eropa dan turunannya yaitu bangsa Amerika menjadi
bangsa Adikuasa yang mendunia.
Sementara umat
Yahudi karena jumlahnya yang sedikit berada di belakang layar menguasai
teknologi dan perekonomian dunia.
|
Mengamati jarak masa para Utusan
di atas, sebagaimana keyakinan Umat Islam tentang tidak akan diturunkannya lagi
Nabi dan Rasul setelah Muhammad Rasulullah, saya cukup bisa menduga bahwasannya
Utusan selanjutnya yang ditunggu kedatangannya di masa kita adalah sosok Imam Mahdi atau Pemimpin yang Memandu dengan Petunjuk, bukan Nabi atau Rasul Baru.
Dalam keyakinan berbagai agama
dan budaya di Indonesia, Imam Mahdi diistilahkan dan dikenal dengan berbagai Nama
atau sebutan. Diantaranya adalah Buddha Maythrea, Avatara Wisnu, Yesus yang
turun kembali, Ratu Adil, Satria Piningit, Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu, Anak
Pengembala, dan lain sebagainya.
Seorang Pemimpin yang bisa
menjelaskan kembali agama Islam, Nasrani, dan Yahudi serta berbagai agama kembali
kepada kemurniaannya. Bukan hanya agama Samawi, karena secara esensi Petunjuk
Tuhan yang ada dalam berbagai agama dan kepercayaan adalah sama. Yaitu bersumber
dari Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Tuhan yang satu dan sama. Oleh karenanya, Pemimpin
yang dijanjikan ini akan bisa menjelaskan hakikat berbagai agama dan aliran
kepercayaan, termasuk di dalamnya agama leluhur di seluruh Nusantara dan Dunia.
Mari perhatikan, apabila
kedatangan Pemimpin itu adalah di Indonesia, maka yang akan dilakukannya serupa
dengan yang telah dilakukan oleh Muhammad Rasulullah. Dia akan menyatukan
bangsa Indonesia di bawah kepemimpinannya dan membawa bangsa ini naik
derajatnya menjadi bangsa mercusuar dunia dari sebelumnya bangsa yang bodoh
atau jahiliyah.
Hal ini sebagaimana Nabi Musa
yang membebaskan Bani Israil dari perbudakan di Mesir, Pemimpin yang Dijanjikan
ini akan bisa membebaskan bangsa Indonesia dari perbudakan oleh bangsa asing
dan dari kebodohan yang menyelimuti bangsa ini.
Atau sebagaimana Kresna yang adalah
Titisan Dewa Wisnu membawa Pandawa memenangkan perang Baratayudha melawan
Kurawa yang memiliki jumlah Panglima Perang dan prajurit serta dukungan
kerajaan lain yang lebih banyak.
Selain membawa manusia kepada
hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa, dia akan mewujudkan sebuah tata kepemimpinan
atau pemerintahan yang adil dan makmur, besertanya petunjuk tentang tata
perekonomian baru yang akan menggantikan konsep perekonomian usang yang selama
ini dianut dunia berabad-abad lamanya.
Memandang jarak masa antara para
Rasul di atas dan hadis Rasulullah tentang usia umat Islam, maka
selambat-lambatnya Pemimpin yang Dijanjikan ini akan hadir bersama kita sebelum
jarak masa 1500 tahun dari Rasulullah.
Saat ini tahun 2017 yang
bertepatan dengan 1438 Hijriyah. Maka masa 1500 tahun itu selambat-lambatnya
adalah sekitar tahun 2080.
Untuk mempermudah penalaran
perhatikan bagan berikut ini:
Sehubungan dengan pemahaman
pribadi di atas itulah, pola kepemimpinan yang saya angkat untuk Tangsel 2020
dibuat sedemikian rupa berdasarkan keyakinan diperlukannya perubahan yang
sangat mendasar dalam pola pemerintahan dan perekonomian di Tangsel khususnya
dan di Indonesia pada umumnya.
Apabila dicermati, sebetulnya apa
yang saya sampaikan bukan hal yang baru mengingat semua konsepnya berdasarkan
usaha untuk mewujudkan pesan Para Pendiri Bangsa yang dititipkan dalam
Pancasila dan UUD 45.
Pancasila adalah jalan kita
bersama menuju tatanan hidup yang berkeadilan sosial, sesuatu yang disebut di
dalam Al Quran dengan istilah Negeri yang dinaungi berkah dari langit dan bumi
sehingga dipastikan keadilan dan kemakmurannya.
Pemurnian ini dimulai dari
keyakinan bahwa pada hakikatnya Tuhan yang disembah berbagai agama dan aliran
kepercayaan di Indonesia adalah Tuhan yang Esa, yaitu Tuhan yang satu dan sama
walaupun tata peribadatan dilakukan berbeda dan jalan menujuNya dilakukan
dengan istilah atau jalan yang beragam.
Dan apabila kita mau jujur,
bahkan apa yang disampaikan dalam Pancasila dan UUD 45 pun bukanlah hal yang
baru ketika saya temukan cara mewujudkannya adalah melalui pemahaman secara
mendalam terhadap berbagai Kitab Suci yang ada di Agama-agama, khususnya di
Indonesia adalah agama Islam, Nasrani, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Kesimpulannya, secara hakiki Pancasila
bukanlah sesuatu yang baru dan lahir di Indonesia begitu saja. Pancasila adalah
kristalisasi dari berbagai cara pandang atau jalan hidup kebudayaan bangsa Nusantara
jauh sebelum berdirinya NKRI. Dan karena kebudayaan atau adat istiadat dari
setiap tanah di Dunia pada dasarnya sama, yaitu dibangun dari nilai Ketuhanan
dan Kemanusiaan, maka Pancasila pun bisa dikatakan sebagai kristalisasi dari semua
budaya adiluhung di semua tanah dan bangsa di Dunia.
Bagian Kedua: Pasal 31, 33 dan 34 UUD 45 serta Implementasi Sila 2 sampai
dengan Sila 5 Pancasila.
Sekarang, mari kita lihat kembali
konsep Lumbung Koperasi yang disampaikan di artikel pertama.
Ada pertanyaan dari salah seorang
pembaca mengenai dampak terhadap warung sembako kecil yang ada di masyarakat.
Bukankah dengan penguasaan Sembako oleh Lumbung Koperasi berakibat akan
tutupnya warung-warung tersebut?
Saya jawab, tidak akan mengganggu
perekonomian rakyat kecil. Para pemilik warung sembako beserta segenap pegawai
tokonya akan menjadi karyawan atau petugas dari Lumbung Koperasi. Bukankah dalam
pendistribusian sembako kepada warga akan dibutuhkan petugas yang banyak dan
telah berpengalaman?
Dengan selisih keuntungan 50%
dari Petani Beras. Maka Lumbung Koperasi bisa mengumpulkan keuntungan yang
sebagiannya diperuntukan sebagai gaji bagi para Petugas Lumbung yang
diantaranya berasal dari berbagai warung Sembako.
Dan apabila tidak mau bekerja di
Lumbung pun, bukankah para Pedagang ini akan diberikan kesempatan untuk beralih
bisnis ke berbagai bidang lainnya, mengingat dengan pola zakat/perpuluhan/derma
ke Lumbung maka akan selalu tersedia modal untuk diputar dan dimanfaatkan?
Dan ingat juga bahwasannya
kekayaan Lumbung Koperasi bukan hanya berasal dari pengumpulan zakat atau
perpuluhan dari warga. Bukankah Pom Bensin, Jaringan Telekomunikasi, dan Listrik
serta Air sudah bisa kita miliki bersama bisnisnya sehingga keuntungannya bisa
dialirkan kepada masyarakat yang adalah Pemilik Bisnis melalui Lumbung
Koperasi?
Apakah menguasai hal tersebut di
atas masih kurang? Maka kembangkanlah Lumbung Koperasi untuk menguasai
Perumahan Rakyat, Kontraktor berbagai pekerjaan Infrastruktur, dan lain
sebagainya.
Nah, lalu bagaimana dengan nasib
para pemilik perusahaan di atas dan para karyawannya?
Inilah yang menarik.
Berbagai usaha di atas pada
dasarnya jadi bisa dimiliki seluruhnya oleh Lumbung Koperasi. Dan selama para
karyawannya sudah diberikan imbal jasa yang pantas, tidak akan ada yang terlalu
banyak berubah. Posisi Direktur tetap sebagai Direktur dengan gaji yang pantas
sebagai seorang Direktur. Demikian juga gaji para manajer, para ahli, teknisi,
pengawas, buruh, bagian administrasi, keamanan, personalia, keuangan,
pemasaran, dan lain sebagainya akan tetap ada dengan jenjang penghasilan yang
sebagaimana kepantasannya.
Yang akan berubah adalah
kepemilikan dari usaha yang dijalankan.
Para pemilik usaha akan kerepotan,
apalagi jika pemilik usaha atau pemilik modal bukan mereka yang bekerja
langsung di dalam perusahaan karena tidak memiliki kecakapan yang diperlukan
untuk memimpin sebuah perusahaan namun hanya memperolehnya dengan jalan
mengakuisisi atau mendapat warisan dari orang tua.
Para pemilik usaha yang
sebelumnya cukup ongkang-ongkang kaki dan mendapat keuntungan usaha yang besar
karena dijalankan oleh segenap karyawan yang dibayarnya setiap bulan, akan
kehilangan nilai tambahnya. Mereka akan terpinggirkan apabila usaha yang
dimilikinya kemudian dijual kepada rakyat yang akan jadi pemilik modal/kapital.
Namun, apabila benar-benar
memiliki jiwa usaha, maka uang yang diperoleh dari menjual usaha kepada Lumbung
Koperasi akan bisa dimanfaatkan untuk berusaha di bidang lain atau bidang-bidang
pendukung usaha Lumbung Koperasi. Dengannya ia akan tetap menjadi seorang
pengusaha dan tidak ada masalah dengan pendapatannya. Tetapi bila pengusaha
yang dimaksud bukan seorang yang benar-benar berjiwa pengusaha, dipastikan uang
yang dimilikinya akan habis dan ia akan bergantung kepada Lumbung Koperasi
untuk mendapatkan penghasilan.
Demikian juga dalam bidang
Sembako. Para pemilik warung akan aman karena tetap bekerja sama dengan Lumbung
Koperasi, namun para Tengkulak, Ijon, dan Pengusaha besar di bidang komoditas
akan kehilangan kekuasaannya.
Mereka yang sebelumnya bisa
dengan sewenang-wenang menimbun Sembako dan mempermainkan harga, semisal Cabe
sehingga harganya bisa tiba-tiba melangit seperti saat ini, akan diputus
hubungannya baik dengan penjual pertama atau produsen yang adalah para petani maupun
dengan pembeli akhir yaitu warga.
Yang akan berada di tengah
sebagai perantara adalah Lumbung Koperasi yang dimiliki oleh Warga, yang
berarti dikuasai oleh Rakyat.
Semangatnya adalah dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat.
Bagaimana dengan Rumah Sakit dan
Klinik Kesehatan atau Dokter yang membuka klinik pribadi? Sama juga, siap-siap
diambil alih oleh Rakyat melalui tulang punggung baru perekonomian yaitu Lumbung
Koperasi sebagai Sokoguru perekonomian Bangsa Indonesia.
Kemudian ada yang bertanya: “Kalau
begitu tidak akan ada yang mau jadi Dokter dong? Karena untuk menjadi Dokter diperlukan
biaya yang besar sehingga harus usaha untuk balik modal sementara dibawah
kepemimpinan Arya para Dokter menjadi abdi masyarakat yang tidak boleh
sewenang-wenang menetapkan biaya jasa dan harga obat.”
Saya menjawab, tidak demikian.
Kelak dalam masa Pemerintahan saya, para siswa yang memiliki keunggulan dan
bakat untuk menjadi sosok penting dalam masyarakat seperti Dokter, Ilmuwan, dan
Peneliti akan sekolah dengan biaya yang berasal dari gotong royong warga.
Hal ini seperti adat dari
masyarakat Padang dulu. Ketika ada seorang anak warga yang memiliki bakat yang
sangat mencolok di bidang keilmuan, maka warga sekampung akan sukarela
bergotong royong menyekolahkan anak tersebut sampai tingkat pendidikan
setinggi-tingginya.
Hasillnya lahirlah tokoh nasional
yang banyak dari tanah Padang seperti Bung Hatta, Tan Malaka, KH Agus Salim,
Buya Hamka, M Natsir, Moh Yamin, Sutan Syahrir, Rasuna Said, dan lain
sebagainya. Salam bagi mereka dan kebijaksanaan tanah Padang yang telah melahirkan
mereka.
Bayangkan, warga satu kecamatan
yang berjumlah sekitar 10 ribu KK mengumpulkan dana bersama Rp 100 ribu per
bulan selama setahun untuk menyiapkan dana pendidikan bagi warganya yang
berpotensi tinggi. Bukankah dalam setahun terkumpul Rp 12 Milyar? Dengan uang
sedemikian besar kemanakah para pelajar kita bisa belajar? Ke ujung Dunia!
Maka ketika seorang anak menjadi
Dokter, dia tahu tugasnya adalah membalas budi warga dengan menjadi abdi
masyarakat di bidang kedokteran dan kesehatan. Demikian juga ketika seorang
peneliti dari warga Tangsel menemukan sebuah penemuan yang bisa dipatenkan,
maka uang paten yang bisa sangat besar nilainya tentu akan senang hati sebagian
besar diperuntukan untuk kembali kepada warga yang dulu telah membiayai
pendidikannya.
Setelah memahami yang disampaikan
di atas, mari kita kembali kepada judul dan tema dari Artikel kedua ini. Bahwa
apabila ada yang berpotensi menjadi musuh dari pergerakan yang mulia ini,
siapakah kira-kira yang akan kita lawan dan perlu dihadapi bersama?
Itulah Setan dan Iblis dalam
wujud kebodohan dan kesombongan atau keserakahan yang ada di dalam jiwa manusia
yang sadar ataupun tidak telah terkotori dari kemurniannya.
Dengan membaca rangkaian Artikel
Kampanye Arya dan mendengar penjelasan langsung darinya, tiba-tiba Anda
sekalian menjadi lebih cerdas dalam memandang kehidupan, yang karenanya bisa
lebih baik lagi dalam menyikapi keseharian.
Anda jadi tahu hak yang
semestinya diperoleh sebagai Warga Negara, yaitu untuk hidup layak. Kemudian menyadari pentingnya hidup bermasyarakat
mengikuti sebuah tatanan kepemimpinan atau pemerintahan yang berdasarkan nilai
Ketuhanan dan Kemanusiaan yang baik dan benar.
Di dalam hak Anda, bersamanya
mengikuti kewajiban yang mengiringi. Kewajiban itu adalah: Anda harus jadi orang yang
baik.
Hanya mereka yang bertekad untuk
menjadi orang baik, yaitu orang-orang yang saling mengasihi sesama dan saling
tolong menolong dengan perwujudan yang nyata dalam bentuk hidup bergotong
royong, akan mendukung kampanye ini.
Lalu siapa yang akan menolak?
Pertama, adalah mereka yang lebih senang hidup sendiri atau bersikap
individualis dan mementingkan pengumpulan harta untuk dirinya sendiri atau
materialistis. Mereka itulah yang pertama kali akan menolak karena kepentingannya
terganggu oleh sistem yang akan diwujudkan. Mereka ini didominasi oleh
Pengusaha besar yang rendah kepeduliannya kepada masyarakat atau sesamanya.
Kedua, para Pemimpin atau Penguasa yang ada di Pemerintahan yang
korup. Mereka pada dasarnya menerima setoran yang besar dari para Pengusaha
besar di atas. Uang setorannya digunakan untuk bersenang-senang sendiri dan
lupa kepada rakyat yang dulu memilihnya.
Ketiga, kaum Agamis yang fanatik. Karena kebodohan dan
kesombongannya mereka akan menolak untuk diajak mengakui bahwa Tuhan kita
adalah Tuhan Yang Maha Esa apapun agama dan kepercayaan yang diikuti. Ciri-ciri
yang pertama dari golongan ini adalah mereka menolak Pancasila atau bersikap
seolah-olah mendukung Pancasila tetapi di dalam hatinya ingin mengganti
Pancasila.
Sebetulnya tidak menjadi masalah
ketika keyakinan tentang Tuhan ada dalam ruang pribadi atau diperbincangkan
secara tertutup dalam ruang agama masing-masing. Namun akan menjadi masalah ketika
penolakan yang dilakukan berimbas pada melakukan aksi massa dengan cara
menghimpun pengikutnya dan melakukan tindakan yang melampaui batas serta
menimbulkan perpecahan dan permusuhan dalam masyarakat.
Mereka ini umumnya senang
mengkafirkan yang berbeda dengannya. Boleh jadi pengusung Pancasila yang
memandang Tuhan itu Esa disebut sebagai kafir. Padahal apa yang dinyatakan
dalam Al Quran sebagai kafir bahkan bukanlah orang yang beragama diluar Islam.
Islam yang diajarkan oleh
Rasulullah kepada umat Islam adalah Islam yang menerima perbedaan agama atau
keyakinan untuk hidup bersama dalam sebuah tatanan yang menjamin hak pribadi
diakui dan dihormati sebaik-baiknya.
Bukankah di Madinah baik Yahudi,
Nasrani, maupun Majusi pada masa kepemimpinan Rasulullah boleh hidup bersama
dalam kerukunan?
Bukankah setelah Jerusalem
ditaklukan warga Yahudi diperbolehkan lagi untuk masuk Kota Jerusalem yang
menjadi kota suci mereka setelah hampir 300an tahun tidak diijinkan oleh
Pemerintahan Romawi Byzantium yang berkuasa?
Bukankah setelah menundukan
wilayah India yang luas, mayoritas agama yang dianut penduduk India tetap Hindu
dan Buddha?
Bukankah setelah menjalin
persahabatan yang erat dengan wilayah China yang luas dan kuat, warga China
tetap beragama leluhurnya dan hanya sebagian kecil yang kemudian masuk agama
Islam?
Adalah betul Islam telah menjadi
Agama yang memiliki tata syariat peribadatan tersendiri, tetapi Agama Islam
tidak pernah bertujuan menjadikan semua umat manusia beragama Islam. Rasulullah
tidak diutus Tuhan untuk menjadikan manusia beragama Islam, melainkan beliau
diutus untuk mengajarkan Budi Perkerti yang luhur atau Ahlak yang mulia.
Maka siapakah yang dimaksud
dengan kafir dalam ayat Al Quran?
Mereka itulah golongan yang tiga
di atas. Kafir artinya tertutupi, maknanya tertutupi jiwanya dari ajakan untuk
berbuat kebaikan. Mereka yang karena takut kekuasaan yang dimilikinya hilang
atau berkurang banyak menentang perwujudan tatanan masyarakat yang berkeadilan
sosial.
Para kafir Makkah menolak
mengikuti ajakan Rasulullah karena dengan mengikuti apa yang disampaikan akan
ada perubahan terhadap tatanan sosial yang sudah ada atau tegak berdiri. Yang
sebelumnya berkuasa atas manusia lain dan bisa berbuat sewenang-wenang, jadi sama
derajatnya dan dibatasi kekuasannya.
Yang sebelumnya berkuasa
mengumpulkan harta yang banyak dengan cara yang batil atau tidak pantas, jadi
dibatasi oleh Hukum Tuhan yang diterapkan nyata oleh Rasulullah dan para
Sahabat.
Akhirnya para Kafir memerangi Rasulullah, dan terjadilah perang yang
tidak disukai oleh Rasulullah.
Beruntung kita sebagai umat akhir
jaman, yaitu Bangsa Indonesia di masa kemerdekaan ini tidak perlu lagi
melakukan peperangan yang tragis seperti jaman itu di 1400 tahun yang lalu.
Kita telah melalui masa perang mempertahankan kemerdekaan tahun 1945 - 1949 dan
telah pula menghadapi berbagai gerakan pemberontakan sebagaimana dulu masa
Khalifah Abu Bakar, diantara tahun 1950 – 1966.
Di masa ini, 70an tahun dari
kemerdekaan kita, saatnya kita berbenah dan melanjutkan apa yang dicitakan oleh
Para Pahlawan Bangsa Indonesia. Bung Karno menyebutnya dengan istilah Bangsa
Mercusuar Dunia, bangsa yang akan menerangi Dunia menuju munculnya peradaban
baru yang sering diistilahkan dengan sebuatan Tatanan Dunia Baru atau The New World Order.
Dimulai dari pembentukan tatanan
yang Madani dari setiap tanah di seluruh Kota dan Kabupaten di seluruh
Indonesia, kita akan menjadikan Indonesia contoh untuk berbagai bangsa di Dunia.
Bangsa yang bisa memberikan teladan bagaimana hidup berdasarkan Petunjuk Tuhan
Yang Maha Kuasa dengan menjalankan Pancasila sebaik-baiknya, sebagaimana kemurniannya
ketika Petunjuk Hidup ini diturunkan dulu kepada Para Pendiri Negeri.
Inilah yang akan mulai dilakukan
di Tangerang Selatan.
Mari segenap warga Tangerang
selatan, satukan barisan, singsingkan lengan baju kita untuk Negeri. Demi masa
depan anak dan cucu kita yang lebih baik dan sebagai ucapan terimakasih dan
penghormatan yang tinggi kepada para leluhur kita dan para Pahlawan yang telah
gugur meraih kemerdekaan.
Dengan semangat yang sama, kita
akan teriakan kembali pekik kemerdekaan: Merdeka!
Merdeka! Mereka!
Selamat memperingati Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2017 dan Hari
Lahir Pancasila, 1 Juni 2017.
“Garuda Pancasila”
Karya: Sudharnoto
Garuda Pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Ayo maju maju
"Bangunlah Putra
Putri Pertiwi"
Oleh: Iwan Fals
Sinar matamu tajam
namun ragu
Kokoh sayapmu semua
tahu
Tegap tubuhmu tak kan
tergoyahkan
Kuat jarimu kala
mencengkeram
Bermacam suku yang
berbeda
Bersatu dalam
cengkerammu
Angin genit mengelus
merah putihku
Yang berkibar sedikit
malu malu
Merah membara tertanam
wibawa
Putihmu suci penuh
karisma
Pulau pulau yang
berbencar
Bersatu dalam kibarmu
Terbanglah garudaku
Singkirkan kutu kutu
di sayapmu
Berkibarlah benderaku
Singkirkan benalu di
tiangmu
Hei jangan ragu dan
jangan malu
Tunjukkan pada dunia
Bahwa sebenarnya kita
mampu
Mentari pagi sudah
membumbung tinggi
Bangunlah putra putri
ibu pertiwi
Mari mandi dan gosok
gigi
Setelah itu kita
berjanji
Tadi pagi esok hari
atau lusa nanti
Garuda bukan burung
perkutut
Sang saka bukan
sandang pembalut
Dan coba kau dengarkan
Pancasila itu
Bukanlah rumus kode
buntut
Yang hanya berisi
harapan
Yang hanya berisi
khayalan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar